Pada zaman penjajahan Belanda dan Jepang, golongan penduduk Nusantara dibeda-bedakan berdasarkan suku bangsanya. Berlandaskan pada ketentuan Pasal 131 dan 163 Indische Staatsregeling (IS), golongan penduduk dibedakan menjadi tiga golongan yakni golongan Eropa, golongan Bumiputera, dan golongan Timur Asing.
Berdasarkan pembedaan itu maka ketentuan dan sistem hukum yang diberlakukan bagi tiap-tiap golongan tersebut juga dibedakan. Setelah melewati perjuangan dan proses yang panjang, pejuang kemerdekaan yang dipimpin Bung Karno memproklamasikan kemerdekaan bangsa Indonesia pada 17 Agustus 1945.
Dalam proklamasi kemerdekaan tersebut, Bung Karno membacakan teks Proklamasi yang menyatakan “Kami Bangsa Indonesia, dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia”.Teks Proklamasi yang dibacakan Bapak Bangsa tersebut memproklamasikan dan menegaskan serta mengandung makna yang dalam,bahwa kita adalah satu bangsa,bangsa Indonesia.
Menindaklanjuti kemerdekaan Indonesia, pemerintah berkewajiban untuk menyusun dan menyelenggarakan suatu sistem hukum nasional yang berlaku bagi warga negara Indonesia. Sambil menunggu terbentuknya suatu sistem dan politik hukum nasional, pemerintah masih memberlakukan ketentuan hukum yang berlaku pada zaman Belanda sepanjang tidak bertentangan dengan konstitusi Republik Indonesia, termasuk di dalamnya mengenai ketentuan Pasal 131 dan 163 IS.
Pemerintah terus berusaha mewujudkan hukum nasional sebagai pengganti hukum kolonial, yang direncanakan melalui politik hukumnya dalam haluan negara.Suatu perumusan politik hukum yang dinyatakan secara tegas dan bertahap dicantumkan dalam Garis- Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang ditetapkan dengan Ketetapan MPR.
Mengenai Pasal 131 dan 163 IS yang membagi golongan penduduk di Nusantara itu sendiri, memang hingga saat ini ketentuan pasal tersebut tidak pernah dicabut.Namun demikian, pemerintah pernah menerbitkan Undang-Undang No 62 Tahun 1958 dan menetapkan Instruksi Presidium Kabinet No 31/U/IN/12/1966 tanggal 27 Desember 1966.
Aturan tersebut intinya menyatakan bahwa sistem kewarganegaraan di Indonesia hanya dikenal warga negara Indonesia dan warga negara asing.Aturan itu juga menginstruksikan agar pembagian golongan penduduk berdasarkan ketentuan Pasal 131 dan 163 IS tidak dipergunakan lagi.
Hapus Diskriminasi
Bangsa Indonesia telah 66 tahun merdeka dan mencapai banyak kemajuan dan pembangunan di berbagai bidang. Berbagai prestasi telah diukir oleh anak bangsa di kancah regional dan internasional sehingga mengharumkan nama ibu pertiwi sebagai satu bangsa Indonesia.
Namun, anehnya dalam beberapa peristiwa masih dirasakan semangat diskriminasi ala pemerintahan kolonialisme yang ditancapkan oleh penjajah Belanda dan Jepang dalam membagi golongan pendudukan berdasarkan suku bangsa tertentu.
Sebagai contoh, dalam pembuatan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) dan pada saat kita mengisi data diri untuk membeli produk investasi tertentu. Selain mengisi formulir mengenai kewarganegaraan, kita juga diminta untuk mengisi data mengenai latar belakang suku bangsa kita.
Aneh bukan? Padahal sudah jelas berdasarkan UU Kewarganegaraan dan Instruksi Presidium Kabinet No 31/U/ IN/12/1966, maka pembagian golongan penduduk sudah tidak dipergunakan lagi. Menjadi timbul pertanyaan,bahwa apakah dengan diketahuinya data diri mengenai suatu suku bangsa tertentu, maka hal tersebut akan menjadikan kita mendapatkan pembedaan perlakuan dari suku bangsa lainnya?
Di konstitusi dan hukum yang terkandung dalam peraturan perundang-undangan telah mengejawantahkan semangat dan cita-cita luhur proklamasi kemerdekaan para bapak bangsa kita sebagai satu bangsa, bangsa Indonesia. Lebih lanjut, sistem dan ketentuan hukum yang berlaku saat ini pun tidak dibeda-bedakan berdasarkan golongan penduduk atau suku bangsa tertentu.
Oleh karena itu, apakah masih diperlukan pencantuman identitas suku bangsa kita dalam data diri tertentu? Bukankah kita adalah satu bangsa Indonesia? Apa pun itu, hendaknya menjadi perenungan kita semua. Selamat ulang tahun Bangsa Indonesia! ● BRYAN BERNADI Associate di Kantor Hukum Andi F Simangunsong
No comments:
Post a Comment