Pemerintah memilih menaikkan tarif dasar listrik (TDL) ketimbang meninjau harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi guna meringankan beban anggaran yang tersandera oleh subsidi yang terus menggelembung.
Kebijakan menaikkan TDL sebagai konsekuensi pengurangan subsidi menimbulkan pertanyaan sederhana,tetapi penting untuk dijelaskan.Bukankah subsidi BBM jauh lebih besar dibandingkan dengan subsidi kelistrikan? Rencana kenaikan TDL sebesar 10% pada April tahun depan sudah menjadi konsumsi publik.
Dalam berbagai kesempatan, Menteri Keuangan Agus Martowardojo mulai “menyosialisasikan” secara tidak langsung setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan pidato tentang Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2012 pada 16 Agustus lalu.
Dalam RAPBN 2012,pemerintah mulai merampingkan subsidi listrik dari Rp65 triliun pada tahun ini menjadi Rp45 triliun pada tahun depan.Sebagai kompensasi pengurangan subsidi tersebut, pemerintah lalu mencanangkan kenaikan TDL sebesar 10%.
Meski rencana pemberlakuan kebijakan tersebut masih delapan bulan ke depan,hal itu sudah menuai protes dari kalangan pengusaha. Hal tersebut sebuah pekerjaan rumah tersendiri bagi pemerintah untuk memberi solusi terbaik,yakni sukses menaikkan TDL,tetapi tidak membebani dunia usaha secara signifikan yang bisa berdampak turunnya daya saing bangsa ini.
Bila pemerintah tidak berhasil merealisasikan kenaikan TDL tahun depan,pemerintah harus menyediakan tambahan anggaran subsidi listrik sekitar Rp8 triliun.Tambahan anggaran tersebut setara dengan kenaikan TDL sebesar 10%.
Menyikapi sikap kontra dunia usaha terhadap rencana kenaikan TDL tersebut,manajemen PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) menyerahkan sepenuhnya kepada pemerintah dan DPR.“Saya sih terserah pemerintah dan DPR.Kalau TDL dinaikkan PLN siap laksanakan,” papar Direktur Utama PLN Dahlan Iskan.
Sebab PLN memang tidak punya wewenang memaksa kenaikan TDL.Hanya saja,Dahlan mengingatkan, sepanjang harga minyak dan batu bara stabil, pemangkasan subsidi tersebut tidak akan membuat PLN berhenti beroperasi. Bagi dunia usaha,dampak kenaikan dari TDL memang tak bisa dihindari.
Namun, kalangan pengusaha juga harus realistis menyikapi kebijakan tersebut. Pasalnya,beban pemerintah sudah terlampau berat menyediakan anggaran subsidi. Sebaliknya, pemerintah harus membuat formulasi kenaikan TDL secermat mungkin sehingga tidak berdampak besar terhadap aktivitas dunia usaha.
Berdasarkan perhitungan Badan Pusat Statistik (BPS), dampak kenaikan TDL terhadap laju inflasi sekitar 0,2% dengan catatan kenaikan TDL berlaku pada semua konsumen listrik.Akan tetapi ceritanya akan menjadi lain seandainya pelanggan segmen tertentu bebas dari kenaikan TDL sehingga penambahan angka inflasi pun lebih rendah.
Karena itu,sekali lagi pemerintah harus membuat formulasi kenaikan TDL yang tepat. Sebab sudah menjadi rahasia umum,subsidi listrik lebih banyak dinikmati kalangan yang mampu sehingga sasaran subsidi yang diperuntukkan bagi kalangan tak mampu meleset.
Pemerintah mengklaim, rencana kenaikan TDL juga bagian dari pemerataan dan peningkatan elektrifikasi di Indonesia. Tingkat elektrifikasi atau masyarakat yang sudah menikmati listrik baru sekitar 60%.
Artinya masih terdapat 40% masyarakat yang belum bisa merasakan hidup nyaman dengan listrik. Dengan melihat fakta tersebut, terjadi ketidakadilan di mana masyarakat yang sudah menikmati listrik dapat subsidi lagi.
No comments:
Post a Comment