24 February 2011

Bunga Obligasi Verena 8,82–11,6%

Wednesday, 23 February 2011

JAKARTA(SINDO) – Perusahaan pembiayaan mobil bekas PT Verena Multi Finance Tbk (VRNA) mulai melakukan penawaran awal (book building) atas surat utang Obligasi Verena Multi Finance I pada 2011 senilai total Rp500 miliar.


Surat utang yang memiliki tiga seri, dengan tenor terpendek 370 hari dan terpanjang tiga tahun (36 bulan), dengan kisaran bunga 8,82–11,6%.“Untuk yang seri A memiliki tenor 370 hari menggunakan acuan FR17-18. Sementara seri B dengan tenor 24 bulan kuponnya FR33, dan seri C berjangka waktu 36 bulan menggunakan acuan FR51,”papar Direktur PT Mandiri Sekuritas Dadang Suryanto, sebagai salah satu penjamin emisi, di Jakarta kemarin. Dia mengatakan, seri A merupakan yang terpendek dengan tenor 370 hari itu menggunakan acuan surat utang negara (SUN) FR 17 dan 18, yang saat ini berada di kisaran 6,07–6,36%. Untuk seri A, acuan kupon tersebut ditambah spread sebesar 275–325 basis poin (bps).

Dengandemikian,acuanbungayang diberikan mencapai 8,82–961%. Di sisi lain,untuk seri B dengan tenor 24 bulan menggunakan acuan FR33,yang saat ini berada pada kisaran 7,52%.Untuk seri B diberikan spread 275–350bps sehingga kisaran bunga untuk seri tersebut adalah 10,27–11,02%. Sementara untuk seri C dengan tenor 36 bulan, menurut Dadang, menggunakan acuan SUN FR51 yang saat ini berada pada kisaran 7,87%. Dengan tambahan spread 275–375 bps, kisaran bunga yang diberikan adalah sebesar 10,62–11,62%.“Mengenai porsinya, baru akan ditentukan setelah penawaran,”tuturnya. Masa penawaran awal obligasi tersebut berlangsung pada 23 Februari–9 Maret 2011.Sementara perkiraan tanggal efektif pada 16 Maret 2011 sehingga masa penawaran akan diakukan pada 18–22 Maret 2011.

Untuk tanggal penjatahan pada 23 Maret dan pencatatan obligasi di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 28 Maret 2011. Selain Mandiri Sekuritas, PT Indo Premier Securities, dan PT Standard Chartered Securities Indonesia juga bertindak sebagai penjamin emisi. Sementara untuk wali amanat obligasi,manajemen VRNA menunjuk PT Bank Mandiri Tbk (BMRI). Direktur Utama VRNA Hadi Budiman mengatakan, dana hasil obligasi tersebut setelah dikurangi biaya-biaya emisi akan digunakan sebagai modal kerja pembiayaan konsumen.Tahun ini,VRNA membutuhkan dana sebesar Rp2 triliun, yang merupakan target pembiayaan perseroan.

Sebesar Rp500 miliar akan berasal dari obligasi. Sementara sisanya berasal dari pinjaman bank. “Kami masih memiliki plafon pinjaman sebesar Rp1 triliun. Sementara Rp500 miliar lagi, tengah kami jajaki,”paparnya. Dia optimistis pembiayaan mobil bekas akan mengalami peningkatan seiring pertumbuhan industri kendaraan roda empat nasional. Jika industri mobil baru dalam negeri diperkirakan tumbuh 10%, untuk mobil bekas dia optimistis bisa di atas level tersebut. Tahun ini, manajemen VRNA bisa mencapai pertumbuhan laba bersih 30–40% tahun ini menjadi sekitar Rp33–36 miliar pada 2011 dari Rp25,4 triliun tahun lalu.

Kenaikan laba tersebut didukung peningkatan pembiayaan perseroan menjadi Rp2 triliun dari tahun lalu sebanyak Rp1,39 triliun. (juni triyanto)

Fokus Pembangunan Infrastruktur

Thursday, 24 February 2011

PEMERINTAH mengakui Kawasan Pembangunan Ekonomi Terpadu (Kapet) tak mampu membangkitkan minat investor.

Demikian dibeberkan Menteri Keuangan Agus Martowardojo dalam rapat Komisi VI DPR RI kemarin yang mengundang prihatin sekaligus membuka mata kita bahwa program ekonomi untuk membangun wilayah Indonesia yang begitu luas masih unggul di atas kertas.Namun, pengakuan jujur tersebut kita harus hargai sehingga ke depan pemerintah bisa mengambil pelajaran di dalam membuat program ekonomi yang lebih realistis. Dalam periode 2005 hingga 2010,Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) hanya membukukan realisasi investasi dari 14 Kapet yang ada sebesar Rp27,5 triliun atau 3,41% dari total realisasi investasi nasional Rp809 triliun pada periode yang sama. Melihat angka realisasi investasi tersebut memang sangat disayangkan sebab pemerintah sudah mengeluarkan berbagai pemanis,tetapi nyatanya masih dilihat sebelah mata oleh investor.

Kapet yang ditetapkan melalui Keputusan Presiden Nomor 89 Tahun 1996 terkendala pada persoalan infrastruktur sebagaimana diinginkan investor sehingga segala kemudahan yang diberikan pemerintah seperti fasilitas insentif di bidang perpajakan tidak ada artinya. Hal tersebut diperparah dengan lahirnya berbagai free trade agreement (FTA) yang menawarkan berbagai fasilitas yang jauh lebih kompetitif yang diberikan pemerintah melalui Kapet. Selain itu,Kapet yang berjalan di tempat juga ditengarai terganjal oleh persoalan payung hukum berkaitan dengan pengoperasiannya misalnya posisi gubernur sebagai kepala badan pengelola Kapet yang tidak jelas kewenangannya.Namun,berbagai alasan yang dikemukakan pemerintah tersebut tetap dikritisi oleh para wakil rakyat yang tergabung dalam Komisi VI.

Pemerintah dinilai tidak fokus dan terlalu banyak program sehingga terjadi tumpang tindih misalnya munculnya program Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang pada intinya juga dimaksudkan merangsang investor untuk menanamkan modal di wilayah yang direstui sebagai KEK. Setelah melihat kegagalan Kapet sebenarnya sudah jelas bahwa persoalan utama di dalam memutar pertumbuhan ekonomi adalah ketersediaan infrastruktur yang tidak memadai. Meminjam istilah Kepala Ekonom Standard Chartered Bank Fauzi Ichsan, infrastruktur yang buruk adalah ”musuh” nomor wahid perekonomian negeri ini. Musuh lainnya adalah ketidakpastian hukum,aturan daerah,masalah buruh,perpajakan dan bea cukai,serta pembebasan lahan.

Karena persoalan infrastruktur tak kunjung dituntaskan,pertumbuhan perekonomian nasional tak mampu dikebut lebih kencang lagi.Pemerintah tampak puas dengan perolehan pertumbuhan ekonomi sebesar 6,1% pada tahun lalu, padahal angka pertumbuhan tersebut bisa melesat hingga 8% seandainya tidak diganjal oleh buruknya infrastruktur yang ada. Selain wajib menggenjot pembangunan infrastruktur, pemerintah juga harus membuat prioritas pembangunan infrastruktur di luar Pulau Jawa. Dalam setiap seminar dan diskusi bertema ekonomi baik yang digelar pemerintah maupun pihak swasta, masalah infrastruktur selalu menjadi primadona pembahasan.

Dan, bisa ditebak rekomendasi akhir dari seminar atau diskusi tersebut adalah bagaimana pemerintah fokus membangun infrastruktur dengan mencontohkan China yang berhasil menggeser Jepang sebagai pendamping Amerika Serikat dalam keunggulan ekonomi, berkat pembangunan infrastruktur sebagai motor utama penggerak pertumbuhan ekonomi Negeri Tirai Bambu itu. Memang harus diakui untuk membangun infrastruktur yang memadai membutuhkan anggaran yang tidak kecil. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam beberapa tahun ini yang tembus di atas Rp1.000 triliun dinilai belum cukup untuk menghadirkan infrastruktur yang diharapkan investor.

Untuk menjawab persoalan di atas,pemerintah mengembangkan program yang bertajuk Koridor Ekonomi Indonesia (KEI) yang difokuskan untuk pembangunan infrastruktur. Pemerintah bertindak sebagai fasilitator dengan berbagai insentif terhadap pihak swasta yang berpartisipasi.Kita berharap KEI ini tidak terjangkit penyakit Kapet yang dijauhi investor.(*)

Johann Wolfgang von Goethe (1749-1832), pujangga dan dramawan Jerman

”Apa yang tidak dimulai hari ini tidak akan pernah selesai esok.”

Deng Xiaoping (1904–1997), pemimpin China

Tetaplah rendah hati dan berkepala dingin. Jangan pernah menonjolkan diri, tapi pastikan Anda melakukan sesuatu yang besar.”

Arthur Helps (1813-1875), sejarawan Inggris

”Kekuatan berasal dari keheningan hati yang mengalami penderitaan panjang; bukan di tengah-tengah kesenangan.”

John Lubbock (1834–1913), politikus dan ahli biologi asal Inggris

”Apa yang kita lihat tergantung pada apa yang kita cari.”

Immanuel Kant (1724-1804), filsuf dan pemikir asal Jerman.

“Sains dibentuk oleh pengetahuan.  Kebijaksanaan dibentuk oleh kehidupan.” 

John F Kennedy, Presiden Amerika Serikat ke-35 (1917-1963

”Anak-anak adalah sumber daya dunia yang paling bernilai, dan mereka harapan terbaik untuk masa depan.”