07 May 2011

Perempuan Ideal

Perempuan ideal telah berubah.Namanya juga idealisasi, kita bisa melihatnya dalam dongengdongeng zaman ini,dan membandingkannya dengan dongeng- dongeng masa lalu. 


Yang terbaru adalah perkawinan Pangeran William dan Kate Middleton dari negeri dongeng Inggris Raya. Bandingkan dengan perkawinan orang tua Pangeran William. Tiga puluh tahun silam, lewat percomblangan kaum bangsawan,Pangeran Charles mempersunting seorang dara cantik dan naif,Putri Diana. Dunia merayakan perkawinan ini bagai dongeng Cinderella. Kita tahulah siapa Cinderella: putri yang seumur hidupnya jadi korban.Hanya pangeran tampanlah yang bisa menyelamatkan dia dari kekejaman ibu dan kakak tiri. Ia tak bisa menyelamatkan diri.Sayangnya,jika sang pangeran itu sendiri yang jadi penjahat,siapa yang akan menyelamatkan si putri?

Itulah yang terjadi pada Lady Di. Suaminya ternyata punya kekasih gelap,sejenis cinta sejati,dari masa lajang. Seorang wanita yang,jika harus bermain dalam drama Cinderella, pastilah berperan sebagai ibu atau kakak tiri. Akhirnya,penonton tahu bahwa dongeng Cinderella hanya tamat pada pesta kawin, tapi sulit berlanjut di masa perkawinan.Penonton juga tahu, Pangeran Charles akhirnya memilih kakak tiri daripada Cinderella.Cinderella pun mati merana,dalam kecelakaan mobil yang tragis.

Tragedi itu bolehlah mengajari penonton untuk mengubah pandangan mereka tentang perkawinan. Perkawinan yang langgeng tak lagi mengandaikan lelaki yang mewarisi takhta (baca kaya) dan seorang perawan suci. Sebab,keperawanan bisa berarti ketidakpernahan berhadapan dengan krisis.Menceburkan para perawan ke dalam perkawinan zaman ini bisa berarti menerjunkan taruna yang belum dilatih ke medan perang. Dalam menyambut perkawinan Pangeran William dan Kate Middleton,penonton zaman sekarang jauh lebih realistis.

Hubungan panjang dan pengalaman putus kedua sejoli itu,justru dinilai sebagai modal untuk mereka menghadapi krisis yang lebih besar di masa datang. Perubahan idealisasi perempuan juga tampak dalam dongeng-dongeng film Disney.Pencitraan terhadap perempuan tokoh utama film-film Disney zaman ini telah berubah jauh dari era awal.Pada masa awalnya,tahun 1940-an dan 50-an,Disney mengangkat kisah Cinderella,Putri Tidur, Putri Salju yang samasama menggambarkan perempuan korban.Sang putri hanya bisa selamat oleh pertolongan dan ciuman cinta pangeran tampan.

Penggambaran para putri itu pun punya kesamaan: mereka tidak bisa marah, mereka memilih menangis daripada melawan,mereka nyaris tak pernah curiga. Dalam lima puluh tahun, perubahan pencitraan itu menjadi sangat nyata.Dua tonggak awalnya adalah film Si Bongkok dari Notredam dan Shrek.Terutama dalam Shrek, Disney tidak lagi berpihak pada kecantikan fisik,sebab sang putri memilih berubah menjadi raksasa ketimbang memaksa si raksasa hijau berubah jadi pangeran tampan. Dalam dua dekade belakangan ini,tokoh-tokoh perempuan dalam film Disney mengalami stereotip baru: perempuan yang berani dan cerdik, antara lain Mulandan Alice. Pergeseran pencitraan dari perempuan korban ke perempuan berani tak hanya terjadi dalam film kartun,tapi juga dalam tren umum film Hollywood.

Bahkan yang paling norak sekalipun.Tentu di luar stereotip tadi,ada banyak film bagus yang mengangkat manusia, lelaki ataupun perempuan, sebagai manusia,bukan pahlawan ataupun idealisasi. Meskipun hanya film,saya kira pergerakan ini juga menggambarkan yang terjadi dalam masyarakat.Sementara itu, apa yang terjadi dalam si-netron kita? Tidak usah pura-pura tidak tahu.Perempuan dalam sinetron kita masih ber-ada di zaman Cinderella––yang satu korban dan penyabar,yang lain pendengki dan keji seperti ibu tiri––,hanya dengan penggarapan yang seribu kali lebih buruk dari film Cinderella buatan Disney. 

No comments:

Post a Comment