22 September 2011

Negeri Serba-Impor

Guna memenuhi berbagai kebutuhan di dalam negeri, sepertinya tidak afdal bila tak mendatangkannya dari luar negeri alias impor.Gaung promo produk asli domestik yang berbunyi “Aku Cinta Produk Indonesia” tenggelam oleh melambungnya angka-angka berbagai komoditas impor,padahal pada dasarnya suplai dari dalam negeri cukup melimpah.

Belakangan ini, hampir setiap hari Menteri Perikanan dan Kelautan Fadel Muhammad “mengamuk”di layar kaca mempersoalkan serbuan barang impor,terutama garam dan ikan. Tapi anehnya,Fadel Muhammad seperti berjuang sendiri menahan laju komoditas impor yang terkait dengan kementerian yang dipimpinnya.Padahal kita tahu serbuan barang impor telah merambah ke berbagai sektor yang menyangkut hajat hidup orang banyak.

Fadel tak kenal kompromi untuk urusan impor garam dan ikan, teman sejawat di kementerian ekonomi yang mengatur regulasi impor pun “dilabrak”.Dan,lebih aneh lagi suara wakil rakyat yang berkantor di Senayan tak juga menunjukkkan perhatian serius. Mengapa komoditas impor bisa menggusur keberadaan komoditas produk asli negeri ini? Benarkah kualitas barang impor lebih unggul dibandingkan barang lokal?

Benarkah ini sekadar persoalan harga yang lebih murah sehingga gampang dijual di pasar domestik? Benarkah kegiatan impor adalah cara instan pengusaha mencari duit dengan menggunakan beking politikus? Masih banyak pertanyaan lain yang bakal muncul, tetapi hanya dua kata ampuh yang bisa menjawab dengan tuntas, yaitu “komitmen pemerintah” dalam menjalankan berbagai regulasi yang berkaitan dengan aktivitas impor.

Buah impor adalah salah satu komoditas impor yang sangat “bersahabat” di kalangan masyarakat. Buah impor dari berbagai jenis begitu mudah didapatkan mulai dari pasar tradisional, di sudut-sudut jalan hingga toko besar yang berspesialisasi untuk penjualan buah. Karena distributor dan pedagang buah impor menguasai titik-titik strategis penjualan,menurut Wakil Menteri Pertanian (Mentan) Bayu Krisnamurthi, hal itu membuat masyarakat lebih mudah mendapatkan buah tersebut.

Namun dari sisi nilai impor, papar wakil Mentan, termasuk kecil, hanya sekitar 5% hingga 10% . Selain menguasai titik-titik strategis penjualan, buah impor juga lebih menonjol karena kebanyakan buah harian,sementara buah lokal sifatnya musiman. Jadi ketersediaan buah impor untuk kebutuhan masyarakat nyaris tak pernah absen.Itu versi pembelaan pemerintah terhadap serbuan buah impor.

Sekarang yang harus kita gugat, langkah apa yang ditempuh pemerintah dalam memberdayakan buah lokal agar tetap menjadi tuan rumah di negeri sendiri? Di atas kertas, pemerintah selalu menggaungkan dua strategi untuk mengangkat daya saing buah lokal. Pertama, meningkatkan citra buah lokal sebagai produk segar.Kedua, meningkatkan kompetisi harga buah lokal dengan peningkatan produksi.

Namun fakta riil di pasar kondisi buah lokal masih terpinggirkan oleh buah impor. Terlepas dari soal buah impor,data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan nilai impor terus bergerak naik.Tengok saja perkembangan nilai impor dari Januari hingga Juli 2011 menembus angka USD99,64 miliar atau naik 31,87% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya senilai USD75,56 miliar.

Di sisi lain, nilai ekspor juga menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Sayangnya pertumbuhan nilai ekspor dikalahkan oleh nilai impor beberapa bulan terakhir ini, akibatnya surplus neraca perdagangan mulai tergerus.Memang belum signifikan, tetapi hal itu perlu segera mendapat perhatian.

Karena itu, tak berlebihan kalau kita berharap muncul pembantu presiden lagi selain Fadel Muhammad yang mengibarkan bendera komitmen membendung laju nilai impor dengan semangat tidak bertentangan dengan aturan perdagangan internasional yang bisa kontraproduktif.

No comments:

Post a Comment